Jogja.Liputan11.com- Penulis yang selama sekolah, setiap tanggal 21 April memperingati hari Kartini.
Untuk sekedar merefleksi apa sebenarnya yang di lakukan Kartini pada saat itu, hampir semua buku pelajaran sekolah membahas buku karangan RA. Kartini, namun tidak pernah di jelaskan berguru pada siapa saat itu ?
Lalu kenapa Kartini di kenang sepanjang masa?
Apa karena jawaban surat-suratnya kepada Abendanon yang ingin mempengaruhi kartini agar berpikir seperti orang barat ?
Atau kekuatan semiotik habis gelap terbitlah terang ?
Atau karena anak ningrat, keturunan dari seorang sultan ?
Atau karena istri bupati ?
Atau karena pemberontakannya terhadap hegemoni budaya patriarchi ?
Jawabnya, Bukan !!
In syaa Allah kartini dimuliakan Allah karena ide, gagasan, pemikirannya menterjemahkan Al Qur’an kedalam bahasa Jawa agar lebih mudah dipahami orang awam dalam berbahasa arab (Masyarakat jawa).
Subhanallah, laa hawla wa laa quwwata illa billah..
Saat ini penulis berhasil menemui seorang Dosen senior (Widya Mataram yogyakarta) yang juga seorang peneliti sejarah.
بِسْمِ اللّٰه
ِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ….
Kala Kartini Berguru Pada Kiai
Ini hasil rangkuman wawancaranya dengan Heru Wahyukismoyo (dosen senior UWM).
Kalau membaca surat-surat Kartini yang diterbitkan oleh Abendanon dari Belanda, terkesan Raden Ajeng Kartini sudah jadi sekuler dan penganut feminisme. Surat-surat RA Kartini yang notabene sudah diedit dan dalam pengawasan Abendanon yang notabene merupakan aparat pemerintah kolonial Belanda plus Orientalis itu.
Dalam surat-surat Kartini, beliau sama sekali tidak menceritakan pertemuannya dengan Kiai Sholeh bin Umar dari Darat, Semarang atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai Sholeh Darat.
Alhamdullilah, Ibu Fadhila Sholeh, cucu Kiai Sholeh Darat, tergerak menuliskan kisah ini.
Takdir, menurut Ny. Fadihila Sholeh, mempertemukan Kartini dengan Kiai Sholel Darat, terjadi dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak, Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya.
Kemudian, ketika berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak, RA Kartini menyempatkan diri mengikuti pengajian yang diberikan oleh Mbah Sholeh Darat. Saat itu beliau sedang mengajarkan tafsir Surat al-Fatihah. RA Kartini menjadi amat tertarik dengan Mbah Sholeh Darat.
Kiai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah. Kartini tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak sempat memalingkan mata dari sosok Kiai Sholeh Darat, dan telinganya menangkap kata demi kata yang disampaikan sang penceramah.
Ini bisa dipahami karena selama ini Kartini hanya tahu membaca Al Fatihah, tanpa pernah tahu makna ayat-ayat itu.
Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kiai Sholeh Darat. Sang paman tak bisa mengelak, karena Kartini merengek-rengek seperti anak kecil. Berikut dialog Kartini-Kiai Sholeh.
“Kiai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?” ucap Kartini membuka dialog.
Kiai Sholeh tertegun, tapi tak lama. “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?” Kiai Sholeh balik bertanya.
“Kiai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini.
Kiai Sholeh tertegun. Sang guru seolah tak punya kata untuk menyela. Kartini melanjutkan; “Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”
Dialog berhenti sampai di situ. Ny Fadhila menulis Kiai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali subhanallah.
Kartini telah menggugah kesadaran Kiai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa.
(Ajie Najmuddin/dari berbagai sumber)
#HubbulWathonMinalIman salam sehat semuanya…
Agus biro jogja.21.4.21