TULUNGAGUNG.Liputan11.com-Sebanyak 20 kepala desa di wilayah Tulungagung, Rabu ( 17 Juni 2021 ) melakukan terobosan, dalam memaksimalkan potensi budaya.
Bertempat di Pendopo Agung Tawangsari, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung, Para kepala desa berkumpul, untuk melakukan dialog bersama Dirjend Kebudayaan pusat, guna mencari pola, bagaimana cara mengembangkan potensi desa, sebagai sumber perekonomian , yang bisa dimanfaatkan dari potensi budaya yang ada.
Para kades yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pemerintah desa Kabupaten Tulungagung ini rata rata memiliki semangat yang sama , dalam mencari terobosan, termasuk yang peduli potensi kebudayaan , bagi keberlangsungan sejarah, demi genarasi mendatang.
Ketua FKPD, Anang Mustofa, yang sekaligus menjabat kades Kendalbulur Kecamatan Boyolangu, mengaku apa yang dilakukan ini , semata ” ngangsu kaweruh ” bagaimana memaksimalkan potensi budaya, sebagai sumber dan aset suatu desa.
” Kebetulan ada Agenda Dirjen Kebudayaan pusat yang datang ke Tulungagung, dan difasilitasi DKKT ( Dewan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung ) akhirnya kami sinergikan, untuk bertemu. Alhamdulilah Kades Tawangsari bersedia ditempati, dan diarahkan ke pendopo Tawangsari.
Atas ” palilah ” Ahliwaris Pendapa, yakni Gus Abdillah, dialog bisa dilakukan, dalam komplek pondok ” Ndalem ” peninggalan Abu Mansyur. Seperti diketahui, Mbah Mansyur, adalah tokoh sentral yang ada kaitannya dengan keberadaan kota Tulungagung ini “.
Dialog yang berjalan dengan ” gayeng ” ini, dibuat sangat menarik, karena ada tiga Nara sumber, yang terlibat.
Dari Dirjend Kebudayaan Kementerian Pendidikan , hadir stafsus, I Gusti Agung Anom Astika. Nara Sumber lainnya , Dwi Cahyono dari UNISMA serta Didik Handoko, dari Rumah Budaya Sangtakasta.
Dalam keteranganya, stafsus, Mas Anom, diharapkan dengan dialog yang tergelar, para kades mau dan mampu membangun budaya desa, sebagai jantungnya kebudayaan Indonesia. Hal ini tergantung tekad, kemauan dan kecintaan para pimpinan di tingkat desa, untuk berupaya menjaga serta memelihara potensi, dengan bersinergi bersama seluruh unsur yang ada.
Sementara praktisi, dosen, dan sejarawan Dwi cahyono, lebih fokus memberikan materi, unsur apa saja yang bisa dikemas menjadi produk wisata, dan mampu menggerakkan ekonomi dari aset budaya. ( Doni )