YOGYAKARTA Liputan11.com – Team Liputan11.com di ajak jalan menyusuri Malioboro oleh seorang pemerhati budaya jogja, mas Danarkaloka.
“Mari kita jalan mas,” sapa Danar mengawali pembicaraannya. Minggu, (1/8/2021) pukul 06.00 pagi.
Suasana sepi di seputaran pasar Bringhardjo Yogyakarta, begitu terasa, biasanya banyak penjual gudeg, maupun pecel tradisional, namun sekarang keadaan sepi nyaris tidak ada keramaian, yang ada penjual sayur mayur yang tidak seberapa. Suasana nampak menyeramkan karena ada bendera putih di kibarkan oleh pedagang kakilima di seputaran Malioboro.
“Bendera putih di jogja dan Jateng merupakan simbol menyerah, bahkan di pakai untuk bendera tanda orang meninggal.Duhh..Gusti…Gusti,” tuturnya.
Sambil terus mengayunkan langkah kaki menghirup udara pagi kota Yogyakarta, Danarkaloka juga mengisahkan bahwa, dunia yang kita pijak telah melewati masa-masa peradaban dengan adanya makhluk hidup.
“Sejarah awal keberadaan umat manusia, dari kisah kehidupan Adam dan Hawa, serta kisah-kisah sejarah yang melegenda seperti Ramayana dan Mahabarata.” kata Danar.
Saat Tim Liputan11.com mencoba mengali dari sisi cerita Mahabarata, khususnya pada perang Baratayudha, Danarkaloka menuturkan, di dalam Peperangan ini banyak hal bisa kita pelajari, dan renungan bersama. Salah satu pada adegan Prabu Salya menjadi Senopati dari Kurawa hingga gugur di medan perang.
Menurut kisah Mas Danar, dalam perang Baratayudha, Prabu Salya mengeluarkan aji Cakrabirawa di medan Kurusetra yang mengakibatkan banyak menelan korban yang meninggal, tidak hanya dari Pandawa tetapi juga dari Kurawa.
Betapa dahsyatnya ketika Prabu Salya mengeluarkan aji-aji Cakrabirawa itu, barang siapa yang terkena akan mengalami batuk-batuk, menggelempar dan mati.
“Cuplikan cerita itu serasa pas dengan kondisi saat ini dimana wabah covid-19 yang sangat cepat menyebar serta menelan banyak korban.” papar Danar.
Dalam cerita di atas, ajian Cakrabirawa milik Prabu Salya bisa dikalahkan atau dimusnahkan dengan seorang Satria yang memiliki darah putih yaitu Puntadewa atau Yudistira.
” Akhirnya Prabu Salya gugur. Muatan-muatan yang terkandung mempunyai filosofi yang amat tinggi,” pungkasnya.
Penulis : Agus S.