Ilustrasi pemotongan gaji guru honorer di Jombang

JOMBANG,Liputan11.com – Dunia pendidikan di Kabupaten Jombang kembali diguncang kabar tidak sedap. Seorang guru honorer di salah satu Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Jombang mengaku menjadi korban praktik pemotongan gaji yang diduga dilakukan oleh kepala sekolah tempat ia mengajar.

Pengakuan itu mencuat setelah beredar tangkapan layar percakapan WhatsApp pada Sabtu (13/9/2025). Dalam percakapan tersebut, sang guru menuliskan bahwa sejak awal tahun 2024, gaji yang ia terima setiap bulan tidak sesuai dengan nominal yang tertulis dalam dokumen pertanggungjawaban (SPJ).

Guru honorer tersebut menuturkan bahwa dirinya hanya menerima Rp300 ribu per bulan. Padahal, dalam SPJ yang harus ia tandatangani, tercantum jelas angka Rp500 ribu. Nominal itu sesuai dengan hasil rapat sekolah dan sistem ARKAS (Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah) yang menjadi acuan resmi penggunaan dana BOS.

“Setiap kali tanda tangan SPJ tertulis Rp500 ribu. Tapi yang saya terima cuma Rp300 ribu. Sisanya Rp200 ribu dipotong, katanya untuk pengeluaran sekolah yang tidak bisa di-SPJ-kan,” ujarnya dengan nada kecewa.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun, praktik ini diduga sudah berlangsung lebih dari setahun, tepatnya sejak 2024. Setiap bulan, guru honorer tersebut diminta menandatangani dokumen SPJ yang mencantumkan gaji Rp500 ribu. Namun, setelah uang dicairkan, ia hanya menerima Rp300 ribu. Pemotongan sebesar Rp200 ribu dikatakan sebagai “Untuk kebutuhan sekolah yang tidak tercatat dalam laporan resmi.

Guru tersebut mengaku awalnya diam karena takut kehilangan pekerjaannya. Namun, setelah lebih dari setahun kondisi ini terus berulang, ia akhirnya memberanikan diri untuk bersuara. “Saya bukan tidak ikhlas membantu sekolah. Tapi kalau gaji kami yang sudah kecil dipotong, bagaimana bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari? Kami juga punya keluarga,” keluhnya.

Tidak hanya guru honorer yang bersangkutan, beberapa rekan guru lain juga disebut mengetahui adanya praktik serupa. Mereka bahkan menduga kasus ini bukan hanya terjadi di satu sekolah saja, melainkan berpotensi meluas di sekolah-sekolah lain yang dikelola oleh oknum kepala sekolah yang tidak bertanggung jawab.

Salah seorang aktivis pendidikan di Jombang menegaskan bahwa kasus ini harus segera diusut oleh pihak Dinas Pendidikan. “Guru honorer adalah tulang punggung sekolah, terutama di daerah. Jika hak mereka saja dipermainkan, berarti ada masalah serius dalam tata kelola keuangan sekolah,” ujarnya.

Kasus pemotongan gaji honorer ini, jika benar terbukti, bisa berdampak besar terhadap moral tenaga pendidik. Guru honorer yang selama ini sudah bekerja keras dengan penghasilan minim, tentu akan semakin tertekan dengan praktik tidak adil seperti ini.

Selain itu, kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan bisa tercoreng. Dana BOS yang sejatinya ditujukan untuk menunjang kualitas pembelajaran, dikhawatirkan justru disalahgunakan oleh oknum tertentu. Padahal, pemerintah telah menekankan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap penggunaan dana pendidikan.

Hingga berita ini diturunkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang maupun kepala sekolah yang disebut-sebut melakukan pemotongan gaji belum memberikan keterangan resmi. Publik berharap lembaga terkait segera mengambil langkah investigasi, agar persoalan ini jelas duduk perkaranya dan tidak menimbulkan keresahan lebih luas di kalangan guru honorer.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan di Jombang. Guru honorer yang sejatinya berjuang untuk mencerdaskan generasi bangsa, justru harus menghadapi kenyataan pahit dengan gaji yang tidak utuh. Harapan mereka sederhana: hak dibayarkan sesuai ketentuan, tanpa ada potongan yang merugikan.(lil)

Share.

Comments are closed.