
JOMBANG, Liputan11com — Sorotan terhadap proyek pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di lingkungan SMPN 1 Mojowarno terus bergulir dan makin menguat. Setelah sebelumnya muncul temuan terkait ketiadaan papan informasi proyek, dugaan tidak adanya rapat komite maupun rapat sekolah, kini perhatian publik beralih pada aspek status tanah dan sumber dana pembangunan.
Menanggapi persoalan tersebut, Wakil Ketua III DPRD Kabupaten Jombang, M. Syarif Hidayatulloh, yang akrab disapa Gus Sentot, akhirnya angkat bicara secara tegas. Legislator muda yang dikenal vokal dalam isu pendidikan ini menilai bahwa dugaan ketidakjelasan proyek TPT di SMPN 1 Mojowarno tidak bisa dianggap remeh. Ia meminta semua pihak, termasuk Dinas Pendidikan dan pihak sekolah, untuk membuka secara transparan dasar pelaksanaan pembangunan tersebut.
“Yang pertama, coba dicek dulu di lapangan — status tanahnya itu milik sekolah atau milik desa. Karena kalau memang tanah itu adalah kewenangan desa, maka segala bentuk pembangunan seperti TPT atau apapun itu yang berada di situ adalah tanggung jawab desa, bukan pihak sekolah,” tegas Gus Sentot, saat dimintai keterangan oleh awak media, Selasa (4/11/2025).
Menurutnya, sebelum berbicara soal anggaran atau sumber dana, legalitas lahan tempat proyek dibangun harus jelas terlebih dahulu. Jika ternyata lokasi pembangunan berada di luar batas tanah milik sekolah, maka pelaksanaan kegiatan tersebut bisa dikategorikan menyimpang dari aturan hukum dan administrasi pemerintah.
“Kalau benar proyek itu dikerjakan pihak sekolah, maka harus dipastikan dulu apakah itu kewenangan sekolah. Kalau status tanahnya bukan milik sekolah tapi mereka tetap mengerjakan, jelas itu melanggar aturan,” tambahnya.
Politisi dari Partai Demokrat itu juga mengingatkan bahwa sekolah negeri adalah lembaga publik yang menggunakan dana negara, sehingga setiap kegiatan fisik maupun non-fisik harus dijalankan dengan prinsip akuntabilitas, keterbukaan, dan kepatuhan terhadap regulasi.
Lebih jauh, Gus Sentot menyoroti dugaan bahwa proyek tersebut dikerjakan tanpa koordinasi dengan pihak teknis seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) serta Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang. Ia menilai hal ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara pemerintah desa, sekolah, dan dinas terkait.
“Kalau proyek seperti TPT, seharusnya PUPR yang menangani. Sekolah tidak bisa asal bangun tanpa dasar hukum dan perencanaan teknis. Dinas Pendidikan juga harus turun langsung untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan kewenangan,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti kemungkinan bahwa proyek tersebut menggunakan dana sekolah, dana BOS, atau bahkan dana komite. Jika hal itu benar, maka harus dipastikan terlebih dahulu apakah telah melalui mekanisme musyawarah komite sekolah dan persetujuan seluruh wali murid.
“Kalau mengambil dari dana komite, apakah sudah ada kesepakatan bersama? Apakah seluruh wali murid tahu dan menyetujui? Jangan sampai ada penarikan atau penggunaan dana tanpa dasar musyawarah dan persetujuan resmi,” ujarnya dengan nada serius.
Gus Sentot menegaskan, DPRD Jombang akan terus memantau persoalan ini sebagai bentuk fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan penggunaan anggaran publik. Ia juga meminta agar seluruh pihak, terutama media dan pengawas sekolah, ikut aktif menelusuri kebenaran proyek yang kini menjadi sorotan publik tersebut.
“Saya selaku Wakil Ketua DPRD Jombang minta tolong kepada teman-teman media dan pengawas sekolah untuk ikut mengawal. Cek status tanahnya, cek siapa yang mengerjakan, dan pastikan dari mana sumber dananya. Semuanya harus jelas dan transparan,” ujarnya.
Pernyataan tegas Gus Sentot ini sekaligus menjadi peringatan keras bagi pihak-pihak yang mencoba “bermain” di wilayah abu-abu penggunaan anggaran pendidikan. Menurutnya, dunia pendidikan tidak boleh dicederai dengan praktik tidak transparan, terlebih jika berkaitan dengan dana publik.
Kasus TPT SMPN 1 Mojowarno ini menjadi contoh nyata pentingnya pengawasan terhadap pengelolaan dana pendidikan di tingkat sekolah. Dari tidak adanya papan informasi proyek, dugaan ketiadaan rapat komite, hingga belum jelasnya status tanah tempat pembangunan, seluruhnya menunjukkan lemahnya sistem kontrol dan tata kelola.
Masyarakat dan pemerhati pendidikan pun kini mendesak agar Dinas Pendidikan bersama Inspektorat Kabupaten Jombang segera turun tangan melakukan pemeriksaan lapangan secara menyeluruh. Mereka menilai, jika terbukti proyek tersebut menggunakan dana BOS atau dana sekolah di luar ketentuan, maka hal itu bisa masuk dalam kategori pelanggaran administratif dan indikasi penyalahgunaan anggaran.
Selain itu, publik juga menilai bahwa sekolah seharusnya tidak mengambil alih kewenangan pembangunan fisik tanpa prosedur hukum yang jelas. Sebab, tindakan semacam itu bisa menimbulkan preseden buruk dan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan negeri.
Dengan berbagai temuan dan pernyataan dari kalangan legislatif, proyek TPT SMPN 1 Mojowarno kini bukan sekadar persoalan pembangunan fisik, melainkan juga ujian transparansi, integritas, dan akuntabilitas sektor pendidikan.
Dunia pendidikan, yang seharusnya menjadi garda depan dalam menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab kepada generasi muda, jangan sampai justru menjadi contoh buruk dalam pengelolaan dana publik.
Sebagaimana disampaikan Gus Sentot, “Kalau dunia pendidikan saja tidak transparan, bagaimana kita bisa berharap anak-anak kita belajar kejujuran?”
Kini publik menunggu langkah tegas dari Dinas Pendidikan, Inspektorat, dan aparat pengawas internal pemerintah (APIP) untuk menelusuri lebih jauh dugaan kejanggalan proyek TPT tersebut. Hanya dengan langkah cepat dan terbuka, kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola pendidikan di Kabupaten Jombang bisa dipulihkan, sampai berita ke 2 ini pihak kepala sekolah SMPN 1 Mojowarno belum memberikan keterangan. Bersambung..(lil)



