Sekretaris komisi D fraksi Golkar DPRD Kabupaten Jombang  Rahmad Agung Saputra, S.Sos., M.Sos.(18/9/2025).

JOMBANG,Liputan11.com – Kasus dugaan pemotongan gaji guru honorer di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Jombang terus menuai reaksi keras dari berbagai kalangan. Setelah pengakuan mengejutkan seorang guru honorer yang hanya menerima Rp300 ribu dari hak Rp500 ribu per bulan, kini legislatif turut menyoroti persoalan yang mencoreng dunia pendidikan tersebut.

Pengakuan Guru Honorer: Gaji Tak Pernah Utuh Sejak 2024

Kasus ini terungkap setelah beredar tangkapan layar percakapan WhatsApp pada Sabtu (13/9/2025). Dalam percakapan itu, seorang guru honorer mengaku gaji yang ia terima sejak Januari 2024 tidak pernah utuh.

“Setiap kali tanda tangan SPJ tertulis Rp500 ribu. Tapi yang saya terima cuma Rp300 ribu. Sisanya Rp200 ribu dipotong, katanya untuk pengeluaran sekolah yang tidak bisa di-SPJ-kan,” ungkap guru tersebut dengan nada kecewa.

Padahal, sesuai ARKAS (Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah) dan hasil rapat komite sekolah, honor yang ditetapkan bagi guru honorer adalah Rp500 ribu per bulan. Dugaan pemotongan Rp200 ribu setiap bulan ini jelas memberatkan, terlebih bagi guru honorer yang selama ini sudah menerima upah minim.

Dinas Pendidikan: Sebenarnya Tidak Boleh, Tapi…

Menanggapi hal itu, pejabat Bidang Ketenagaan Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang mengakui bahwa praktik pemotongan gaji honorer sejatinya tidak diperbolehkan secara aturan. Namun, ia tidak menampik bahwa di lapangan kerap terjadi penyimpangan dengan alasan “menghidupkan sekolah.”

“Sebenarnya ketentuannya tidak boleh. Guru honorer harus menerima sesuai nominal yang tercantum dalam SPJ maupun ARKAS. Tapi kenyataannya, banyak kepala sekolah berdalih yang penting bisa menata SPJ. Ujung-ujungnya, ada potongan dengan alasan kebutuhan sekolah,” ujarnya.

Pernyataan ini justru menimbulkan tanda tanya: apakah Dinas Pendidikan mengetahui praktik tersebut selama ini, namun hanya membiarkan dengan dalih teknis pengelolaan SPJ?

DPRD Angkat Suara: Tak Boleh Ada Pembiaran

Anggota DPRD Jombang dari Komisi D, Rahmad Agung Saputra, memberikan tanggapan keras. Ia menegaskan bahwa secara regulasi, pemotongan gaji guru honorer tidak dibenarkan.

“Secara aturan tidak boleh ada pemotongan gaji guru honorer. Itu hak mereka yang harus diterima penuh. Sekolah harus melakukan evaluasi terhadap oknum yang terlibat, dan dinas terkait wajib turun tangan. Kami di DPRD akan ikut mengawal,” tegas Rahmad.

Lebih jauh, ia menyebutkan bahwa Komisi D akan segera menyampaikan persoalan ini kepada Kepala Dinas Pendidikan definitif, Wor Windari. Ia juga meminta pejabat teknis, untuk melakukan komunikasi langsung dengan sekolah-sekolah yang diduga melakukan praktik serupa.

“Nanti kami koordinasikan segera dengan kepala Dinas Pendidikan dan Kami minta Bu Wor Windari juga turun langsung ke sekolah-sekolah yang terindikasi. Kalau terbukti ada pemotongan, harus diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Tidak boleh ada pembiaran lagi,” tambahnya.

Rahmad menekankan bahwa praktik pemotongan dengan dalih apapun tidak boleh menjadi budaya di sekolah. Jika memang ada kebutuhan tambahan di luar dana BOS, maka harus dicari solusi yang sesuai aturan, bukan dengan memangkas hak guru honorer.

“Harapan kami, di sekolah tidak ada lagi pemotongan-pemotongan seperti itu. Kalau ada iuran atau kebutuhan tambahan yang di luar aturan, ya harus ditindak. Jangan sampai kesejahteraan guru honorer yang sudah minim semakin diperas,” ujarnya.(lil)

Share.

Comments are closed.