Jombang, Liputan11com— Dugaan ketidakterbukaan dalam pelaksanaan pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di lingkungan SMPN 1 Mojowarno kian mencuat. Pekerjaan yang saat ini tengah berlangsung itu menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan, lantaran terindikasi dilakukan tanpa papan informasi proyek, tanpa rapat komite sekolah, bahkan tanpa rapat koordinasi internal sekolah yang semestinya menjadi dasar dalam setiap penggunaan anggaran publik.
Pantauan media di lokasi proyek, Selasa (4/11/2025), menunjukkan beberapa pekerja tengah melakukan pemasangan cetakan kayu untuk cor beton di sepanjang sisi timur halaman sekolah yang berbatasan dengan saluran air. Lumpur, tumpukan tanah, serta material bangunan tampak berserakan di sekitar lokasi kerja. Namun yang mencolok adalah ketiadaan papan proyek—padahal papan keterangan merupakan unsur wajib sebagai bentuk transparansi publik, memuat informasi tentang sumber dana, besaran anggaran, pelaksana kegiatan, hingga jangka waktu pengerjaan.
Ketiadaan papan proyek ini menimbulkan kecurigaan adanya indikasi pelaksanaan proyek yang tidak sesuai ketentuan hukum dan administrasi pemerintah, sebab setiap kegiatan pembangunan yang bersumber dari dana publik wajib mengedepankan keterbukaan informasi agar masyarakat dapat melakukan pengawasan.
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Zaki, Wakil Kepala Sekolah bidang Sarana dan Prasarana SMPN 1 Mojowarno, mengaku tidak mengetahui secara detail mengenai sumber anggaran pembangunan tersebut.
“Saya sendiri tidak tahu anggaran itu dari mana. Mungkin langsung dari sekolah, tapi saya belum dapat penjelasan,” ujarnya singkat.
Sementara itu, Kepala Sekolah Lisetyowati ketika dikonfirmasi oleh awak media, juga tidak memberikan jawaban pasti terkait proyek tersebut. Ia hanya menyampaikan bahwa dirinya sedang menghadiri rapat dengan para kepala sekolah lain, tanpa memberikan keterangan lanjutan soal kegiatan pembangunan yang tengah berjalan di lembaganya.
Ironisnya, pembangunan TPT seperti ini seharusnya menjadi kewenangan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Jombang, bukan menjadi tanggung jawab sekolah. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa proyek tersebut tampak dikerjakan secara mandiri tanpa koordinasi jelas dengan pihak PUPR.
Lebih jauh lagi, berdasarkan informasi yang dihimpun dari salah satu narasumber internal sekolah, kegiatan tersebut tidak pernah melalui rapat komite maupun rapat sekolah. Padahal, komite sekolah memiliki peran sentral dalam menyetujui dan mengawasi setiap kebijakan penggunaan dana yang berkaitan dengan pengembangan sarana dan prasarana sekolah.
“Setahu saya, tidak pernah ada rapat komite membahas pembangunan itu. Tiba-tiba sudah berjalan saja. Guru dan wali murid pun banyak yang tidak tahu sumber dananya dari mana,” tutur narasumber tersebut.
Kondisi ini memunculkan dugaan kuat adanya pelaksanaan kegiatan tanpa mekanisme formal, yang berpotensi menyalahi aturan pengelolaan dana pendidikan, terutama jika dana yang digunakan berasal dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau sumbangan wali murid. Sebab, penggunaan dana pendidikan wajib melalui mekanisme yang jelas, transparan, dan mendapat persetujuan komite sekolah.
Sejumlah pemerhati pendidikan di Jombang menilai bahwa peristiwa ini mencerminkan lemahnya sistem pengawasan serta rendahnya kepatuhan terhadap prinsip akuntabilitas publik di sektor pendidikan.
“Pembangunan fisik seperti TPT tidak bisa sembarangan dilakukan oleh sekolah tanpa dasar hukum dan persetujuan resmi. Jika ini menggunakan dana BOS atau sumbangan masyarakat, maka harus ada transparansi penuh dan dokumen pendukungnya. Jangan sampai muncul kesan bahwa sekolah bermain di wilayah abu-abu,” ungkap salah satu pemerhati pendidikan kepada wartawan.
Selain itu, para pemerhati juga menilai adanya potensi penyimpangan dalam tata kelola aset sekolah, karena proyek tersebut seharusnya masuk dalam lingkup tanggung jawab PUPR. Jika pihak sekolah mengambil alih tanpa dasar hukum, maka tindakan itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi bahkan maladministrasi penggunaan wewenang.
Situasi ini pun menjadi perhatian serius masyarakat sekitar. Beberapa warga yang ditemui di sekitar lokasi menuturkan bahwa mereka sempat heran melihat aktivitas pembangunan yang tidak disertai informasi proyek. “Kami pikir itu proyek dari pemerintah kabupaten, tapi kok tidak ada papan namanya. Katanya dari sekolah sendiri, tapi tidak ada sosialisasi apa-apa,” ujar seorang warga yang tinggal tak jauh dari sekolah.
Masyarakat kini berharap Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang dan Inspektorat Daerah segera turun ke lapangan untuk memeriksa kejelasan proyek tersebut. Penelusuran harus dilakukan guna memastikan apakah pembangunan itu menggunakan dana resmi dari APBD, dana BOS, atau justru bersumber dari sumbangan pihak ketiga tanpa prosedur yang benar.
Tanpa adanya kejelasan sumber dana, mekanisme pengambilan keputusan, dan dokumen pelaksanaan kegiatan, proyek pembangunan TPT di SMPN 1 Mojowarno ini dapat menjadi cermin buruk bagi tata kelola pendidikan di daerah. Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi contoh integritas justru dikhawatirkan menjadi arena praktik yang jauh dari asas keterbukaan.
Publik kini menanti penjelasan dan tindakan nyata dari pihak berwenang. Sebab, tanpa transparansi dan pengawasan yang kuat, kegiatan seperti ini hanya akan melahirkan dugaan penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran etika birokrasi pendidikan.
Sudah saatnya setiap lembaga pendidikan, terutama sekolah negeri, tidak hanya berbicara soal pembentukan karakter dan kejujuran, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata terhadap prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam setiap langkah pembangunan.(lil)




