Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang

JOMBANG,Liputan11.com – Dunia pendidikan di Kabupaten Jombang kembali tercoreng. Dugaan praktik pemotongan gaji guru honorer di salah satu Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Jombang kini makin terang setelah Dinas Pendidikan angkat bicara.

Sebelumnya, seorang guru honorer mengaku sejak 2024 hanya menerima Rp300 ribu per bulan, padahal dalam dokumen SPJ dan ARKAS tertulis Rp500 ribu. Sisanya, Rp200 ribu dipotong kepala sekolah dengan alasan untuk menutup kebutuhan sekolah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dalam laporan.

Kepala Dinas pendidikan kabupaten jombang Wor Windari saat di konfirmasi melalui seluler terkait adanya praktik pemotongan gaji guru honorer di salah satu Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Jombang,”Saya lagi ada rapat pak, silahkan menemui bidang ketenagaan, ungkapnya,Senin (15/9/2025).

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang melalui Bidang Ketenagaan menegaskan bahwa praktik pemotongan gaji honorer sejatinya tidak diperbolehkan.

“Sebenarnya ketentuannya tidak boleh. Guru honorer harus menerima sesuai nominal yang tertulis dalam SPJ maupun ARKAS. Tapi di lapangan, banyak kepala sekolah berdalih yang penting SPJ bisa ditata rapi. Ujung-ujungnya, sebagian gaji dipotong dengan alasan untuk menghidupkan sekolah,” ungkap pejabat bidang ketenagaan tersebut.

Pernyataan ini mengindikasikan adanya dilema di tingkat sekolah. Kepala sekolah kerap beralasan bahwa dana BOS tidak mencukupi untuk menutup berbagai kebutuhan operasional. Akibatnya, gaji guru honorer yang seharusnya utuh justru dipangkas dengan alasan “sumbangan wajib” demi menutupi pengeluaran yang tidak bisa dilaporkan secara resmi.

Tanda tanya besar, Jika memang tidak diperbolehkan, mengapa praktik ini tetap terjadi? Sejumlah pihak menilai pernyataan Dinas Pendidikan justru terkesan melegitimasi penyalahgunaan dana BOS oleh oknum kepala sekolah.

Aktivis pendidikan Jombang, menilai kasus ini adalah bentuk nyata lemahnya pengawasan. “Kalau alasan ‘menghidupkan sekolah’ dijadikan pembenaran, artinya ada pembiaran. Guru honorer itu digaji sangat minim, tapi masih juga dipotong. Ini kezaliman yang merusak marwah pendidikan,” tegasnya.

Dari pihak komite sekolah, sejumlah anggota juga merasa kecolongan. Mereka menilai praktik ini tidak pernah disepakati dalam forum resmi. “Dalam rapat komite, gaji honorer ditetapkan Rp500 ribu. Tidak ada pembahasan soal pemotongan. Kalau ada potongan, itu murni kebijakan sepihak kepala sekolah,” ujar salah satu anggota komite yang enggan disebut namanya.

Bagi guru honorer, pemotongan gaji sebesar Rp200 ribu per bulan sangat terasa. Dengan gaji Rp500 ribu saja, mereka sudah kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Ketika gaji dipotong, banyak yang terpaksa berutang untuk sekadar mencukupi biaya sehari-hari.

Kasus ini semakin menegaskan perlunya transparansi penggunaan dana BOS. Publik mendesak agar Dinas Pendidikan tidak hanya memberi imbauan, tetapi melakukan investigasi menyeluruh, termasuk audit terhadap SPJ dan realisasi dana BOS di sekolah-sekolah.

Jika praktik pemotongan dibiarkan, bukan tidak mungkin kasus serupa terjadi di banyak sekolah lain di Jombang. Dan yang menjadi korban tetap sama: guru honorer yang bekerja keras demi mencerdaskan anak bangsa, namun haknya dirampas oleh kebijakan sepihak.(lil)

Share.

Comments are closed.