JOMBANG – Liputan11.com, Pembangunan jalan lingkungan desa di Dusun Turi III, Desa Kedungturi, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, kembali menuai sorotan publik. Proyek rabat beton yang dikerjakan menggunakan Dana Desa (DD) Tahun 2025 senilai Rp103 juta itu kini kondisinya sudah mengalami banyak keretakan, padahal baru selesai dikerjakan beberapa waktu lalu.
Pantauan langsung di lapangan pada Rabu (12/11/2025) menunjukkan, retakan tampak muncul hampir di setiap meter jalan, bahkan di beberapa titik terlihat batu dan besi tulangan keluar dari permukaan beton. Kondisi tersebut tentu menimbulkan tanda tanya besar terkait kualitas pekerjaan dan proses pengawasan yang dilakukan selama pelaksanaan proyek.
Jalan rabat beton tersebut dibangun sepanjang 160 meter dengan lebar 3 meter dan ketebalan 12 sentimeter. Proyek ini dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) Desa Kedungturi dengan sumber dana dari Dana Desa tahun anggaran 2025. Papan proyek yang terpasang di lokasi mencantumkan nama Kepala Desa Kedungturi, Sugito, sebagai penanggung jawab kegiatan.
Namun, keretakan yang merata di sepanjang jalan membuat warga setempat khawatir terhadap daya tahan dan manfaat jangka panjang infrastruktur tersebut. Salah seorang warga, yang tidak ingin disebutkan namanya, menuturkan bahwa kerusakan itu seolah menunjukkan lemahnya kualitas campuran material beton.
“Jalan ini baru saja selesai, tapi sudah banyak yang retak. Ada yang retak melintang, ada juga yang pecah di tepi. Kalau pengerjaannya benar-benar sesuai standar, seharusnya tidak secepat ini rusak,” ujarnya.
Warga lain menambahkan, pada saat proses pengecoran, terlihat campuran beton yang kurang merata dan pekerja tidak menggunakan alat pemadat atau vibrator sebagaimana mestinya. “Dulu pas dikerjakan, kami lihat alatnya sederhana saja. Tidak ada alat getar untuk meratakan beton. Mungkin itu juga yang bikin gampang retak,” kata seorang warga lainnya.
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Desa Kedungturi Sugito membenarkan bahwa memang ada bagian jalan yang mengalami keretakan, namun menurutnya hal itu terjadi karena faktor eksternal, bukan akibat kualitas pekerjaan yang buruk.
“Masalahnya, jalan itu sering dilalui kendaraan roda empat bahkan truk kecil yang mengangkut hasil panen. Padahal, jalan itu sebenarnya diperuntukkan bagi kendaraan ringan dan warga sekitar. Bagian yang pecah itu cuma di ujung timur, tambahan dari bangunan utama,” jelas Sugito saat dikonfirmasi.
Sugito juga menegaskan bahwa seluruh proses pembangunan dilakukan secara gotong royong bersama masyarakat dan disaksikan langsung oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). “Kita membangun secara terbuka. BPD juga ikut terlibat dalam kegiatan ini. Semua sudah sesuai perencanaan dan dilakukan apa adanya bersama masyarakat,” tambahnya.
Namun, pernyataan kepala desa ini justru memunculkan tanggapan beragam. Sejumlah aktivis pemerhati kebijakan publik di Jombang menilai bahwa alasan kendaraan berat tidak seharusnya dijadikan pembenaran atas kualitas beton yang mudah rusak.
“Proyek ini menggunakan uang negara, maka setiap tahapan mulai dari perencanaan, pengadaan material, hingga pelaksanaan harus memenuhi standar teknis konstruksi. Kalau memang jalur itu berpotensi dilalui kendaraan berat, seharusnya sudah diperhitungkan dari awal dalam desain dan ketebalan beton,” ujar pemerhati masyarakat.
Beliau juga menambahkan bahwa fenomena kerusakan dini pada proyek infrastruktur desa seperti ini bukan hanya soal teknis, tetapi juga soal pengawasan dan transparansi penggunaan anggaran. “Kita sering temui proyek Dana Desa yang baru beberapa bulan selesai tapi sudah rusak. Ini mencerminkan lemahnya kontrol dan kualitas pengawasan dari pihak desa maupun pendamping desa. Pemerintah Kabupaten seharusnya turun langsung melakukan evaluasi,” tegasnya.
Sementara itu, sejumlah warga berharap agar pemerintah desa tidak menutup mata terhadap kondisi jalan tersebut dan segera melakukan perbaikan dini sebelum kerusakan semakin parah. Mereka menilai, jika dibiarkan terlalu lama, jalan bisa terkelupas atau ambrol saat musim hujan datang, mengingat posisi jalan tersebut berada di area yang cukup sering dilalui air.
“Kalau musim hujan nanti air masuk ke celah-celah retakan, bisa lebih cepat rusak. Kami cuma berharap jalan ini diperbaiki, karena ini satu-satunya akses warga untuk ke sawah dan sekolah,” kata salah satu tokoh masyarakat setempat.
Kasus ini menambah panjang daftar proyek infrastruktur desa di Kabupaten Jombang yang menuai sorotan publik akibat indikasi rendahnya kualitas pekerjaan. Pemerintah daerah diharapkan tidak hanya mengandalkan laporan administratif, tetapi juga melakukan pengawasan teknis langsung ke lapangan agar setiap rupiah dari dana desa benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat.(lil)




